Saturday, May 27, 2017

Service Excellence Bersama Para Bidan dan Frisian Flag

Pada dasarnya setiap orang suka untuk diberikan pelayanan yang terbaik lebih-lebih diperlakukan secara spesial. Ingatkah mengapa lebih sering beli di toko A dibandingkan took B yang produknya sama-sama berkualitas? Jawablah adalah karena bagusnya pelayanan yang diberikan. Realitasnya, para pembeli tidak semata-mata menjadikan kualitas produk sebagai alasan untuk mereka datang kembali guna membeli suatu produk tetapi ada alasan lain; proses, pengaruh iklan/adanya promosi, dan pelayanan baik yang diberikan. Bagi para mereka yang bergerak dalam bisnis dan pelayanan sudah tentu menyadari peran penting kualitas pelayanan bagi kepuasan pelanggan. Pelanggan yang puas tentunya akan kembali datang melakukan pembelian, syukur-syukur mereka melakukan promosi gratis dengan menceritakan pada orang lain. Dengan demikian, ujung-ujung keuntungan bagi para pemilik usaha. Orang Tiongkok bias berpesan, “Jika tidak bisa tersenyum, jangan buka toko”. Senyum merupakan bagian dari pelayanan yang baik. 
Pada 20 Mei 2017, saya dipercaya oleh Frisianflag berbagi inspirasi tentang service excellence pada para bidan di wilayah Kebumen. Sebagaimana diketahui bahwa profesi bidan merupakan profesi yang fokus pada bidang pelayanan kesehatan. Materi tentang service excellence menjadi materi yang sangat relevan dan penting jadi bekal dalam memberikan pelayanan lebih-lebih jika dikompliti dengan pengalaman dan hasil riset terkait kesehatan. 
Saya sharing tentang “psikosomatis”, yaitu orang-orang yang mengeluhkan gangguan fisik tetapi sebabnya karena faktor psikologis. Sebuah fakta memang bahwa tidak semua keluhan fisik disebabkan oleh sumber penyakit berupa bakteri atau virus, pendekatan yang diberikan juga tidak selalu harus dengan obat yang diminum. Ada orang-orang yang mengeluhkan gangguan fisik yang disebabkan oleh faktor psikologis, tekanan pikiran, stres atau permasalahan berat yang terus saja membebani psikisnya.Mereka yang datang dengan keluhan fisik tersebut sangat butuh pelayanan prima. Bentuknya bisa berupa keramahan, penerimaan, senyuman, didengarkan dengan penuh ketulusan biarkan mereka curhat. Sebuah bukti yang saya temui sendiri, para pasien di sebuah puskesmas begitu antusias saat datang berobat. Sebabnya, mereka dilayanani dengan ramah, bisa curhat banyak, dan mereka banyak yang memberikan testimoni keluhannya berkurang (sembuh). Kesempatan untuk ‘curhat’ itulah yang menjadi salah satu faktor penting. 
Ada teknik dan langkah-langkah penting yang bisa dijadikan bekal bagi para penyedia layanan kesehatan terkait dengan service excellence. Membawakan materi tentang service excellence pada bidang kesehatan tentu tidak sama persis dengan service excellence layanan jasa keuangan. Ada hal-hal teknis yang nyambung dengan ilmu konseling, psikoterapi, dan ilmu marketing. Dua yang pertama itulah yang membuatnya berbeda. Lagi-lagi, ketika saya diminta untuk menyampaikan 1,5 jam, saya mengambil waktu 2 jam untuk menjelaskan dan memberikan simulasi. Itu pun masih belum semuanya bisa saya berikan walaupun saya sudah berusaha keras meringkas materi yang seharusnya 2 hari diberikan. Saya tidak bisa membiarkan para peserta yang datang membawa ilmu yang menggantung, 2 jam saya berikan poin-poin. Jika suatu saat menginginkan yang lebih powerfull, tentunya dengan senang hati saya bisa dikontak di 085.226.992.485 dengan mudah. (Pariman, M.Psi, Psikolog)

Sunday, April 30, 2017

Outbound dan Pelatihan di Kebun Teh Pagilaran

Hampir setiap instansi memiliki security. Security menempati posisi penting yang bertanggung jawab terkait keamanan. Tanggung jawab tersebut mengharuskan pribadi yang kuat dan tegas. Di sisi lain, pada instansi tertentu security “memiliki” peran layaknya front liner yang mengharuskannya bersikap ramah dan banyak senyum. Utamanya pada instansi yang bergerak dalam pelayanan publik. “Kesan terhadap security seolah saat pelatihan lebih banyak diajarkan tentang ketegasan (‘keras’) tetapi saya di sini ternyata ditugasi untuk melayani yang mengharuskan banyak senyum dan ramah”, demikian salah satu kesan dari seorang security di suatu instansi.


Tepatnya, 8 Oktober 2016 lalu saya kebagian untuk menyampaikan materi pada security Universitas Pekalongan. Tempatnya di kebun teh Pagilaran. Pagilaran merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Batang. Perjalanan sekitar 45 menit dari pusat kota kea rah selatan. Banyak orang memilih untuk ke Pagilaran guna menikmati udara segar dan hamparan hijau kebun teh di sana. Perkebunan teh yang sudah ada sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Pohon tehnya ada yang sudah berumur seratus tahun lebih.


Pagilaran menawarkan kesejukan dan kesegaran udara, sangat cocok untuk refreshing. Ada banyak penginapan dan rumah yang bisa disewa untuk keluarga. Cukup murah, rumah dengan 3 kamar tidur lengkap dengan dapur dan kamar mandi hanya kisaran 1 juta sehari semalam. Tersedia aula untuk acara gathering atau training yang juga bisa disewa.


Pagilaran bisa jadi salah satu alternatif untuk kegiatan pelatihan atau gathering. Hal tersebut sepertinya yang menjadikan alasan Alumni Fakultas Hukum Unissula Angkatan 80/81 memilih Pagilaran sebagai salah satu tempat untuk reunian pada 26 Maret 2017 lalu. “Reunian kali ini seru, paling seru dibandingkan sebelum-sebelumnya”, itulah salah satu kesan dari peserta. Kemasan acara yang menarik yang memberikan kesan tak terlupakan merupakan hal penting dalam acara reuni. Rektor Universitas Pekalongan merupakan ketua dari acara reuni tersebut dan berperan besar dalam kesuksesan acara.


Salah satu sesi acara yang menarik adalah outbound. Rangkaian permainan yang menjadikan semuanya bisa terlibat, aktif, dan tentunya ada nilai edukatif di dalamnya. Pilihan tempat permainan bisa di luar atau area terbuka sembari menikmati pemandangan sekitar dan udara yang segar. Bisa juga tempat permainan di dalam ruangan terkhusus ketika cuaca sedang hujan sehingga tidak memungkinkan diadakan di luar. Tentunya jenis permainan akan disesuaikan sehingga tetap mengena di hati peserta. Itulah yang kami usahakan, saya bersama rekan, seorang psikolog pendidikan Aji Cokro D. M.Psi, Psikolog. Pada akhirnya, sebagai diberi kepercayaan fasilitator belajar banyak hal dan harus siap membuat keputusan yang sigap di lapangan. (Pariman, M.Psi, Psikolog)

Saturday, April 29, 2017

Smart Parenting di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

Parenting atau pengasuhan merupakan tugas bersama antara ayah dan ibu. Parent(ing) – Orangtua (ayah dan ibu), bukan fathering (ayah saja) atau mothering (ibu saja). Namun demikian, konstruksi budaya dalam kehidupan bermasyarakat seolah memberikan tanggung jawab mengasuh dan mendidik anak lebih banyak pada para ibu. Ayah seolah (boleh) lepas tangan karena fokus dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan materi bagi keluarga. Padahal, materi hanya bagian kecil dari tanggung jawab yang harus dipenuhi.

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa ayah memiliki peran besar bagi perkembangan anak, baik aspek kognitif, afektif, motorik, dan sosial. Ada peran-peran tertentu yang tidak bisa digantikan dan bersifat melengkapi antara ayah dengan ibu. Peran penting pengasuhan bagi perkembangan anak utamanya pada awal masa anak-anak. Ada usia-usia yang disebut golden age, yaitu usia 6 tahun pertama. Pada usia tersebut, perkembangan otak (memori) berlangsung sangat cepat sehingga stimulasi yang tepat akan bermanfaat besar bagi perkembangan anak. Kenyataannya, tidak banyak orangtua tahu hal tersebut dan memahami apa yang seharusnya dilakukan, lebih-lebih “ibu-ibu muda” atau “ayah-ayah muda”. (Sampai saya membuat halaman "Psikologi Menjawab")


Orangtua dengan anak pertama umumnya belum lama dalam membangun rumah tangga. Kondisi ekonomi belum stabil, pekerjaan belum mapan, rumah ada yang masih ngontrak atau ikut orangtua, dan situasi penyesuaian lainnya. Keadaan tersebut bagi sebagian orang tentulah menyita sebagian besar waktu sehingga perhatian pada anak kurang. Bahkan, ada situasi pekerjaan yang membuat para ayah seolah tidak punya pilihan waktu untuk banyak berinteraksi dengan anak karena tempat kerja yang jauh. Tentunya tidak ada cara lain kecuali mengoptimalkan waktu yang ada ketika bersama keluarga secara kualitas. Quality time selain terus berusaha menambah quantity time.

Masa-masa 6 tahun pertama adalah masa-masa dalam menanamkan kesan pada anak. Bagaimana kesan anak terhadap ayah dan ibunya, rekaman kuatnya ada pada 6 tahun pertama. Pada usia 6 bulan, ada sudah memiliki rekaman kuat tentang wajah orang-orang terdekatnya. Rekaman tersebut menjadi frame kedekatan hubungan. Olehkarena itu, sungguh disayangkan jika anak lebih banyak memiliki rekaman ingatan orang lain dibandingkan dengan orangtuanya sendiri. Ingatan tersebut terus berkembang dan anak mulai mengidentifikasi mana orang dekatnya dan mana orang yang asing bagi dirinya. Usia 9 bulan, anak sudah memahami hal tersebut sehingga jika ada orang asing, dia bisa saja menangis karena beranggapan orang asing itu mengancam (menakutkan).


Lagi-lagi waktu-waktu berharga dengan anak itu justru pada awal masa perkembangannya. Waktu yang demikian itu berjalan sangat cepat terutama jika sibuk bekerja, anak beranjak besar dan lingkaran interaksi anak sudah harus meluas, yaitu banyak berinteraksi dengan teman sebaya juga guru mereka di sekolah. Bagaimana anak menghadapi lingkaran interaksi itu ditentukan oleh pengalaman interakasi bersama orang-orang dekatnya. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang baik antara ayah dan anak menjadi dasar baginya dalam membangun hubungan pada masa perkembangan selanjutnya. Remaja-remaja yang bermasalah ketika dirunut akar penyebabnya karena permasalahan dalam keluarga berupa tidak harmonisnya hubungan ayah dan anak. Sungguh saat berharga untuk anak itu jangan sampai berlalu begitu saja. Saya menyebut jadi orangtua itu haruslah memiliki bekal smart parenting. Itulah tema materi yang saya bawakan untuk kajian parenting di Samben Library, Bantul (24 April 2017).

“Smart” yang diterjemahkan sebagai cerdas. Orang yang smart/cerdas adalah orang yang selalu bisa beradaptasi dengan lingkungan (Colvin, Ahli Psikologi). Orang yang paling smart/cerdas adalah orang yang 1) banyak mengingat kematian dan 2) paling bagus persiapannya menghadapi kematian (Rasulullah SAW). “Parenting” yang biasa dikenal dengan pengasuhan merupakan segala aktifitas (orangtua) yang memiliki tujuan agar anak berkembang secara optimal dan bisa menjalani kehidupan dengan baik (Hoghughi, 2004). Jadi parenting yang smart itu sebagaimana tidak hanya berorientasi dunia tetapi juga akhirat; bukan hanya perkembangan potensi anak tetapi juga keterampilan anak dalam menghadapi kehidupan (life skills) dan akhlaq anak; serta berorientasi pada kebutuhan anak di masa depan. “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena zamanmu dengan zamannya tidaklah sama”, demikian pesan sahabat Ali bin Abi Thalib.

Sebagai orangtua yang smart tentunya harus memiliki bekal berupa pengetahuan dan keterampilan dalam ilmu pengasuhan dan ilmu agama. Ada banyak pengajaran yang bisa diambil dalam Al Qur’an dan Hadist yang bisa menginspirasi dalam mendidik anak. Untuk menguatkan itu, ada banyak penelitian dalam ilmu psikologi terutama tema pengasuhan yang bisa menjadi ilmu dalam mendidik anak. Pada akhirnya, orangtua dengan smart parenting menyadari bahwa menjadi orangtua adalah terus senantiasa belajar. (Pariman, M.Psi, Psikolog)

Friday, August 5, 2016

Outbound Sekaligus Refreshing di Guci, Tegal

Rutinitas kerja dengan berbagai tumpukan banyak agenda memang membawa dampak kepenatan dalam pikiran. Kebuntuan ide dan penurunan semangat menjadi permasalahan yang biasa muncul secara individual jika tidak diimbangi dengan rehat yang cukup. Namun demikian, adakalanya ketika seseorang memilih rehat sejenak dari pekerjaan justru terasa berat untuk memulai kembali bekerja. Kegiatan yang memiliki nilai edukatif mendukung pekerjaan sekaligus memiliki nuansa refreshing seperti outbound berlokasi di tempat wisata menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan.

(Mumpung pesertanya masih pada sarapan, photo dulu ^_^)

Senin-Selasa, 1-2 Agustus 2016 lalu saya dan tim diminta untuk memfasilitasi sesi indoor sekaligus outdoor STIE Muhammadiyah Pekalongan. Bukan hanya motivasi yang diharapkan kembali menyala-nyala dari acara tersebut tetapi juga kinerja yang melejit guna mencapai targetan-targetan. Kegiatan yang menantang sekaligus menyenangkan bagi kami sebagai fasilitator. Menantang dalam artian memacu ide-ide kreatif sehingga acara menarik, ada nilai edukatif sekaligus memuaskan. Menyenangkan saat mengamati setiap perubahan positif tahapan demi tahapan dari setiap peserta. Tentunya semakin menyenangkan ketika sekian waktu kemudian mendapati kabar dampak positif terhadap motivasi dan kinerja dari outbound sekaligus refreshing yang pelaksanaannya di Guci, Bumijawa, Tegal.
Untuk memastikan tercapainya tujuan dari outbound, sudah menjadi kebiasaan kami melakukan assessement dengan bertemu langsung pihak-pihak yang berkepentingan. Utamanya untuk mengetahui keluhan-keluhan yang ada selama ini dan harapan-harapan dari outbound. Berbagai informasi yang didapatkan tersebut kemudian digunakan sebagai dasar membuat materi dan mendesain penyajian materi. Sedikit pengantar kemudian diikuti games atau role play menjadi pilihan yang menarik.

(Siap aksi ^_^)

Games dan role play memiliki banyak kelebihan. Para peserta umumnya sangat antusias ketika mereka tidak hanya duduk, diam menyimak pemaparan materi. Pikiran, emosi, dan energi fisik peserta perlu dialirkan. Dengan demikian, bukan hanya aspek kognitif yang terlibat tetapi afektif juga psikomotorik. Dalam bahasa pembelajaran ada istilah yang disebut experiential learning. Seluruh proses yang dialami oleh peserta bisa diolah menjadi sebuah pembelajaran.
Oya, pilihan tempat semisal Guci juga menjadi aspek yang umumnya jadi daya tarik para peserta. Selain mendapatkan pencerahan dari materi, peserta bisa refreshing. Panorama alam yang indah, udara yang segar, air panas yang memiliki efek teraupetik tersendiri. Ketegangan-ketegangan yang mengganggu bisa teratasi dengan pemilihan tempat yang menarik. Dari semua itu, pencerahan, semangat, dan tentunya kinerja yang meningkat tetaplah menjadi poin penting yang diharapkan dari acara outbound sekaligus refreshing.

Monday, July 25, 2016

Jodoh Bisa Ketemu Dimana Aja

“Wah, sudah punya calon apa belum?”, tanya seorang ibu di sebelahnya.
“Belum, Bu”, jawabnya polos.
“Kalau mau, saya kenalkan dengan guru les anak saya. Baru lulus. Anaknya cantik dan baik lho”, lanjut ibu itu.
Dialog pun mengalir begitu saja antara si pemuda dan si ibu, seolah di dalam satu travel itu hanya mereka berdua. Maklum, si ibu memang teman dekat dari ibunya si pemuda. Saya sendiri dan penumpang lainnya, menjadi penikmat.
Dalam hati, saya berkata, “Memang ya, kalau jodoh itu bisa ketemunya dimana aja dengan berbagai cara yang terkadang tidak disangka-sangkakan”. Hal penting dalam menjemput jodoh adalah memastikan caranya, jalannya, prosesnya, langkah-langkahnya jangan sampai melanggar kaidah agama. Tegas agama mewanti-wanti dengan perintah agar tidak mendekati zina. Berdua-duaan, berpegangan, bersentuhan sebelum resmi menjadi pasangan suami istri adalah jalan yang terlalu beresiko dan lebih dekat zina. Setan berusaha menggoda nafsu manusia dari berbagai arah. Karena itu, keinginan untuk menjemput jodoh jangan sampai menerabas rambu-rambu dari yang sudah digariskan Allah SWT. Ingat, jodoh bisa datang darimana saja.


Sahabat saya menemukan jodohnya melalui sosial media facebook. Awalnya tidak saling kenal kemudian berkomunikasi, ada kecocokan lalu diatur waktu untuk ketemuan, dan singkat kisah lamaran. Nikah. Lain teman saya, lain paman saya yang ketemu jodohnya karena dikenalkan oleh temannya. Ada kecocokan lalu diatur pertemuan dan tidak butuh waktu lama untuk lamaran. Nikah. Jodoh memang sudah diatur walaupun dia yang sukanya ngatur-ngatur belum tentu jadi jodoh.
Ada kalanya, manusia diuji dengan belum segera dipertemukan dengan jodohnya. Patutlah menengok kembali doa yang selam ini dipanjatkan. Tidak sedikit segala yang dihadapi oleh seseorang dikarenakan permintaannya sendiri pada Allah SWT. Ada prinsip yang seharusnya dipahami ketika seseorang berdoa memohon kesabaran, maka Allah SWT hadirkan cobaan dan permasalahan dalam kehidupannya. Kenapa demikian? Cobaan dan permasalahan itu Allah SWT hadirkan untuk melatihnya agar menjadi orang yang sabar. Karena itu, ptutlah direnungkan bagi seseorang yang hidupnya banyak sekali cobaan dan permasalahan. Apa doa yang selama ini dipanjatkan?
Semoga kita senantiasa diberkahi, diberikan ilham untuk memohon yang terbaik, dan dihindarkan dari permohonan yang penuh kesiasa-siaan. Salam bahagia. 

Saturday, July 23, 2016

Games Pokemon dan Generasi Virtual

“Cucu saya itu rebutan HP sama adiknya, hanya untuk main gamess”, tutur nenek yang duduk di jajaran kursi sebelah saya. “Kalau disuruh untuk belajar, malah tidak mau”, lanjutnya lagi. Itulah realitas yang ada di masyarakat perihal boomingnya gamess Pokemon. Pemberitaan di media massa banyak pula kita temui perihal dampak positif dan juga dampak negatif dari games tersebut.
Hebohnya kemunculan games Pokemon juga memunculkan berbagai macam parodi. Ada yang menghibur dan membuat kita tersenyum; ada pula yang tersimpan nilai edukasi di dalamnya. Sejumlah parodi games Pokemon antara lain; Pakenom (bapak muda; suami muda), Mbokenom (mbok enom; istri muda), Pokokmen (harus ya harus), Pekokmen (kurang sehat akal), Pakaiiman (gunakan iman). Parodi tersebut ditulis dengan gaya font huruf sebagaimana Pokemon.


Games Pokemon menjadi buat bibir tidak lepas dari dampak kemajuan teknologi internet. Orang yang sebenarnya tidak memiliki hobi main games sekalipun bisa tahu tentang hebohnya games tersebut. Saya sendiri sebenarnya juga tidak telalu ngeh dengan games Pokemon walaupun di beranda facebook saya ada yang update status isinya tentang games Pokemon. Di grup WA saya juga ramai tentang keberadaan games Pokemon. Tetap saya belum paham. Saya pahamnya, Pokemon adalah film anak-anak jaman dulu. Saya kira muncul aplikasi semacam WA yang bernama Pokemon. Ehh…tahunya itu adalah games yang dirancang berdasarkan film Pokemon. 
Era seperti sekarang ini, games yang dimainkan secara online atau menggunakan gadget memang sudah menjadi hal yang umum. Karena itulah, era sebagaimana sekarang disebut sebagai era virtual. Kemajuan teknologi internet memunculkan banyak kreatifitas dan kemanfaatan. Di sisi lain, ada banyak tantangan dan dampak negatif yang perlu diwaspadai. Fenomena yang terjadi, tidak sedikit orangtua dari anak yang sudah mengenalkan anak tentang gadget sejak dini tetapi tidak diimbangi dengan kepemahaman yang baik.
Puspitarani dan Pariman (2013) menyebutkan bahwa pada dasarnya orangtua dengan frame tradisional melihat games sebagai ancaman atau kegiatan yang membuang waktu sedangkan anak-anak yang bermain games merasa belajar banyak hal dari bermain games. Anak-anak memiliki pemahaman akan perbedaan antara dunia virtual dalam games dengan dunia nyata. Kepemahaman anak akan perbedaan dunia virtual dalam games dengan dunia nyata itulah yang perlu mendapat perhatian penting orangtua dalam mengedukasi anak. Games seharusnya bisa dimanfaatkan sebagai media simulasi, pelatihan tentang banyak hal di dunia realita secara realatif lebih aman dan cenderung lebih efektif.

*) Pariman Siregar, suka menulis 

Thursday, July 21, 2016

Ingin Mengubah Keadaan Tapi Belum Berhasil? Pahami Kunci Ini

Memang begitulah, manusia berinteraksi dengan beragam hal. Setiap kita berhadapan individu-individu lain dengan berbagai karakternya. Setiap kita berada di lingkungan dengan segala macam tabiatnya. Jelas semua hal tersebut menjadi bagian dari lingkaran kesadaran setiap individu. Saat sediri sekalipun, pikiran dan perasaan manusia tidak bisa lepas dari segala macam di luar dirinya. Mulai dari yang paling dekat, yaitu memikirkan dan merasakan keadaan dirinya sendiri sampai lingkungan nan jauh berupa alam semesta yang luasnya tak terkira. Karena itulah, ada istilah lingkaran kepedulian. Segala macam hal yang seseorang peduli (hanya sebatas tahu dan membicarakan) tetapi tidak bisa berbuat banyak karena di luar kendalinya. Karakter orang lain yang (kebetulan) tidak menyenangkan, polah tingkah pejabat yang membuat gemas dengan kebijakannya yang tidak memihak, dan beragam berita di televisi yang membuat kita hanya bisa menghela nafas. Paling-paling meluapkan perasaan tidak nyaman di media sosial. Semua itu disebut lingkaran kepedulian. Semua ada dalam ruang pikiran dan perasaan kita tetapi tidak tersentuh oleh kuasa tindakan kita.


Istilah lingkaran kepedulian dikemukan oleh Covey dalam bukunya The Seven Habits of Highly Effective People. Seorang individu tidak akan menjadi Highly Effective People jika lebih banyak fokus pada lingkaran kepedulian. Waktunya akan banyak tersita tanpa ada pencapaian yang positif. Untuk menjadi Highly Effective People, seseorang disarankan untuk lebih fokus pada apa yang disebut Covey sebagai "Lingkaran Pengaruh", yaitu segala hal yang bisa dikendalikan atau dalam kuasa dirinya sendiri. Orang itu tidak hanya bisa memikirkan dan merasakan tetapi juga bisa melakukan tindakan nyata. Dengan seseorang memahami posisi dirinya atas suatu hal dengan peta lingkaran kepedulian dan lingkaran pengaruh akan menjadikan lebih efektif dalam menyikapi keadaan.
Istilah “lingkaran kepedulian” dan “lingkaran pengaruh” mengingatkan saya pada kaidah ketika dihadapkan dengan kemungkaran. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.”(HR. Muslim). Hadist tersebut mendorong setiap muslim untuk memiliki kepedulian untuk mengubah kemungkaran, yaitu dengan tangannya (jika dia mampu), dengan lisannya (jika tidak mampu dengan tangannya), dan dengan hatinya (jika tidak mampu baik dengan tangan maupun lisan). Cara yang terakhir ini dikategorikan selemah-lemahnya iman. Siapa yang ingin dirinya hanya dalam selemah-lemahnya iman? Mendapati hadist tersebut sudah selayaknya sebagai umat muslim mendorong diri agar memiliki tangan (kuasa) yang bisa mengubah kemungkaran karena itulah sarana yang lebih efektif untuk mengubah kemungkaran.
Semangat untuk mengubah sesuatu yang besar dan berdampak luas tidak seharusnya melupakan tahapan-tahapan tertata dengan rapi. Sebuah inspirasi menarik yang tentu sudah umum kita dengan tentang seseorang yang saat mudanya sangat ingin mengubah dunia tetapi ternyata dia tidak mampu. Dia kemudian menurunkan targetannya, yaitu ingin mengubah negaranya tetapi ternyata tidak mampu juga. Lalu dia menurunkan lagi targetannya, yaitu mengubah kotanya tetapi ternyata tidak mampu. Seiring berjalannya waktu dia terpikirkan untuk memulainya dari mengubah keluarganya terlebih dahulu tetapi itupun teryata tidak bisa dia lakukan. Tersadarlah dia bahwa semestinya dia memulai tahapan perubahan dimulai dari dirinya sendiri. Kalau Aa Gym, “Mulai dari yang kecil-kecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang”.


Resep kesuksesan Umar bin Abdul Aziz dalam waktu pemerintahan yang singkat tetapi mampu membawa kemakmuran rakyat tidak lain adalah melakukan perubahan dari lingkaran pengaruhnya mulai dari yang kecil. Perubahan dari diri sendiri, keluarga, kerabat sampailah kemudian lingkungan pemerintahannya. Dalam istilah sekarang dikenal dengan istilah reformasi. Dengan demikian, reformasi birokasi saja tidaklah efektif ketika tidak dimulai dari individu-individu di dalamnya secara pribadi, keluarga, dan kerabatnya. Jika kita pelajari Shirah Nabawiyah akan kita temukan tahapan dakwah Rasulullah dimulai dari lingkungan terkecilnya dahulu; istri, kerabat, sahabat barulah kaumnya lalu wilayah yang lebih luas. Ada pula proses ‘kaderisasi’ sehingga ketika Rasulullah SAW wafat, dakwah Islam terus berlanjut hingga sampai kepada kita. Jadi, untuk melakukan perubahan selain diperlukan tahapan-tahapan juga diperlukan kaderisasi, yaitu orang-orang yang diwarisi ilmu dan semangat untuk meneruskan perubahan. Jika negeri ini belum mencapai cita-citanya, patut untuk direnungkan, apa yang sudah diwariskan kepada anak cucu? Sudahkah ada kaderisasi untuk menyiapkan pemimpin-pemimpin terbaik di negeri ini? Siapa yang akan melakukan?
Bersambung …. 

*) Pariman Siregar (Sukan menulis dan membawakan pelatihan tentang pengembangan diri)